Saat perintah hijrah turun, kaum muslimin di Makkah segera
bersiap untuk melakukan hijrah ke Madinah. Kaum kafir Quraisy tidak tinggal
diam dengan adanya perintah ini, segera daya dan upaya dikerahkan untuk
mencegah kaum muslimin melakukan hijrah. Di tengah persiapan tersebut, ada
seorang wanita Makkah yang bernama Ummu Qoys yang sepertinya mempunyai kendala
untuk melakukan hijrah sendirian. Pucuk dicinta ulampun tiba, seorang pemuda
yang telah lama menaruh hati pada Ummu Qoys datang untuk meminang.
Aku hanya mempunyai satu permintaan untuk maharku, jika kau
bisa membawaku untuk hijrah ke Madinah maka aku akan menerima pinanganmu' kata
Ummu Qoys. Atas izin Allah, mereka akhirnya berhasil hijrah ke Madinah dan
menikah.
Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatannya,
dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang
hijrahnya menuju Allah dan rasul-Nya, ia akan sampai kepada Allah dan
rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya menuju dunia yang akan diperolehnya atau
menuju wanita yang akan dinikahinya, ia akan mendapatkan apa yang dituju' (HR.
Bukhori dan Muslim).
Para ulama membedakan dengan jelas definisi antara niat dan
azzam (keinginan yang kuat). Niat adalah keinginan yang kuat yang sudah
diiringi dengan perbuatan menuju keinginan tersebut. Sedangkan azzam hanya
sebatas keinginan yang kuat. Seorang yang berkeinginan untuk berjihad, belum
dikatakan mempunyai niat untuk berjihad jika dia tidak disertai dengan
perbuatan untuk melakukan persiapan jihad. Ini mungkin yang perlu diluruskan di
masyarakat kita.
Ibroh utama yang bisa kita ambil dari peristiwa ini adalah
bahwa Allah sangat menitik beratkan pada niat untuk menilai suatu amalan. Jika
niat melakukan amalan sudah bukan karena Allah dan rasul-Nya, maka akan
tertolaklah amalan itu. Walau sebanyak dan sebagus apapun amalan itu. Rupanya
kualitas lebih ditekankan daripada kuantitas amal. Jika kualitasnya sudah salah
maka kuantitasnya akan salah. Tapi jika kualitasnya sudah bagus, maka akan
lebih baik jika diiringi dengan kuantitas yang banyak pula. Menurut hadist ini
setidaknya ada dua syarat penting yang menentukan diterima atau tidaknya setiap
amalan yang kita kerjakan:
Ikhlas karena Allah semata.
Pernah satu kali seseorang bertanya pada Rasulullah:
'Bagaimana pendapat Anda jika ada seseorang yang berperang selain dia ingin
mengharapkan pahala, juga agar dia menjadi terkenal ?' Jawab Nabi Rasulullah
SAW, 'Orang itu tidak akan mendapatkan pahala apapun !'Sebagaimana kekasih kita
juga, ternyata pencipta kita adalah Dzat yang sangat pencemburu. Dia tidak akan
sudi untuk diduakan.
Al-Qur’an juga tegas menjelaskan ketidak-ridho-an Allah jika
hambaNya melakukan amalan selain untuk-Nya: 'Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepadaNya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus …… (Al-Bayyinah:5)
Tanda-tanda Keikhlasan
Adapun tentang tanda-tanda keikhlasan itu sendiri Dr. Yusuf
Qordowi dalam bukunya ttg Ikhlas menguraikan beberapa tanda-tanda keikhlasan
diantaranya:
Mengakui Kekurangan Diri
Adalah sangat wajar apabila kita melakukan kesalahan. Kita
bukan manusia maksum yang sudah dijamin tidak akan melakukan dosa. Untuk itu
sangatlah wajar pula kita tahu diri bahwa setiap keberhasilan dalam kehidupan
mungkin hanya sekitar 10%nya yang merupakan kontribusi dari diri kita,
sedangkan sisanya adalah murni karena skenario Allah semata.
Cenderung Menyembunyikan Amal Kebajikan
Amalan yang diceritakan bukan dalam rangka syi’ar akan
mengundang adanya perasaan bangga diri. Perasaan seperti ini akan bisa
melencengkan tujuan dari amalan itu sendiri bukan karena Allah, tapi karena
perasaan bangga itu sendiri. Jika satu saat mereka tidak yakin orang lain
merasa takjub dengan amalanya, maka yang terjadi adalah rasa malas dan berat
untuk melakukan amalantersebut.
Tidak membedakan amalan seorang prajurit dengan panglima
perangnya
Khalid bin Walid adalah seoran Panglima Perang yang tak
tertandingi, dimanapun beliau ditempatkan di situ pula beliau meraih kemenangan.
Sampai-sampai Rasulullah menjulukinya Syaifullah (Pedang Allah). Satu saat
orang-orang mengelu-mengelukan beliau sampai mengarah pada kondisi pengkultusan
diri. Untuk menghidari hal ini Sayyidina Umar Bin Khatab memerintahkan
pemecatan Khalid bin Walid dari Panglima menjadi prajurit biasa. Ternyata bukan
Post Power Syndrome yang dialami beliau, tapi bahkan beliau tetap berjuang
dengan semangat yang sama saat beliau menjadi Panglima tertingg
Mengutamakan keridhoan Allah daripada keridhoan manusia
Keridhoan manusia hanya akan berakhir maksimal sama dengan
panjang umur manusia itu sendiri, sedangkan keridhoan Allah membawa konsekuensi
lebih panjang. Kita masih akan melewati pertanggungjawaban di alam kubur,
kemudian alam mahsyar, baru kemudian alam akhirat. Sayangnya kadang seseorang
merasa tidak 'pede' saat melakukan satu kebaikan hanya karena lingkunganya
tidak mendukung terlaksananya kebaikan itu.
Cinta dan marah karena Allah
A’a Gym pernah menghukum putranya karena tidak shalat. Dalam
hadist Nabi diajarkan bahwa perintah shalat harus diberikan pada anak sejak
berumur 7 tahun, dan jika sampai 10 belum dilaksanakan kita boleh memukulnya.
Untuk menjalankan hukuman itu beliau terlebih dahulu menjelaskan ke sang putra
bahwa ini adalah perintah Allah, kemudian selesai hukuman di laksanakan beliau
langsung memeluk dan menangis serta meminta sang putra tidak meninggalkan
shalat lagi
Sabar terhadap panjangnya jalan
Kita harus sadar bahwa bisa jadi kebaikan yang kita tanamkan
atau dakwah yang kita jalankan baru bisa dinikmati oleh generasi sesudah kita.
Surga impian bukan sesuatu yang mudah untuk diraih, tapi dia dibalut oleh
berbagai rintangan dan cobaan sebagai sarana untuk memisahkan antara orang yang
beriman dan orang yang hanya mengaku beriman.
Allah tidak akan bertanya mengapa kita tidak sukses atau
kenapa kita belum meraih kemenangan. Tapi Allah akan bertanya sudahkan kita
sudah berusaha secara maksim
Sesuai dengan syari’at yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW
Nabi Muhammad SAW adalah manusia pilihan yang diutus untuk
membawa risalah Islam. Dialah manusia satu-satunya yang paling paham bagaimana
menerjemahkan Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sebagai
pribadi, kepala keluarga, kepala negara, sahabat, ayah, dan peran apapun di
dalam kehidupan sehari-hari.
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Qs. 33:21)
Makanya sangat tidak sesuai apabila ada diantara kita yang
mengaku sebagai seorang mu’min tapi tetap cara beribadahnya menurut kemauannya
sendiri.
'Yang penting eling….',
'Yang penting niatnya',
'Yang penting hatinya baik' . Sering sekali kita mendengar
ungkapan-ungkapan semacam ini di masyarakat kita. Islam tidak cukup hanya
seperti itu. Harapan kita dalam meraih surga berbanding lurus dengan sejauh
mana usaha kita mendapatkannya.
Wallahu’alam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar